New Template

Ads by Smowtion


Sabtu, 15 Januari 2011

BERTAQWA BUKAN BERARTI MENDERITA


oleh Muswandi Idnaw pada 11 Januari 2011 jam 16:26

BERTAQWA
BUKAN BERARTI MENDERITA


Suatu hari,Sufyan ats-Tsauri datang kerumah Imam Ja’far ash-Shadiq.
Ia mendapatkan sang Imam memakai pakaian serba putih yang sangat indah. Kemudian Sufyan berkata kepada sang Imam.” Ini bukanlah pakaian tuan. Tuan tidak patut melumuri diri dengan perhiasan dunia yang fana ini. Seyogyanyalah tuan hidup secara zuhud* dan menghiasi diri dengan takwa.
( * zuhud = meninggalkan kesenangan duniawi ,utk mendapatkan ridha Ilahi dalam beribadah.)

 Imam as-Shadiq menjawab,” Dengarkanlah perkataanku, sesungguhnya bermanfaat bagimu didunia dan di akhirat jika kamu meninggal dalam berpegang pada sunnah dan kebenaran, dan tidak mau berbuat bid’ah.
Mungkin terlintas dibenakmu keadaan Rasulullah dan para sahabatnya yang sangat sederhana ketika hidup dulu. Namun apabila dunia sudah dihidangkan untuk manusia, maka yang lebih berhak diatasnya adalah orang-orang yang taat, bukan orang yang ingkar, orang-orang munafik; dan adalah bagi  orang-orang Islam, bukan orang-orang kafir.

     “Wahai Tsauri, apa yang engkau ingkari atas diriku ? Demi Allah, sesungguhnya se kalipun aku berpakaian indah seperti yang engkau lihat, namun sejak aku dewasa, baik pagi ataupun petang, kapan saja bila ada hartaku yang dapat kuberikan kepada sese orang, maka pasti akan kuberikan.”
Lalu keluarlah Sufyan dari rumah sang Imam tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

      Berikutnya, sekelompok orang masuk kerumah Imam. Mereka adalah orang-orang yang zuhud, dan mengajak manusia agar mengikuti jejak mereka untuk hidup dalam kesengsaraan.

      Mereka berkata kepada Imam, “ Sahabat kami Tsauri sudah kehabisan alasan”.
“Bila kamu sekalian punya alasan, kemukakanlah,” jawab Imam.
Lalu mereka berkata. “Alasan kami adalah beberapa kesimpulan dalam al-Qur’an.” ucap mereka.
“Paparkanlah ayat-ayat itu, sesungguhnya ayat al-Qur’an lah yang patut dianut dan dilak sanakan.” Jawab Imam.
      “Allah menceritakan sekelompok orang yang dekat dengan Rasulullah : mereka mengutamakan kaum muhajirin atas diri mereka walupun mereka sendiri dalam kesusa han. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.( Lih. QS: al-Hasyr : 9). Di ayat lain Alah pun berfirman: dan mereka memberi makan kepada orang-orang miskin, anak-anak yatim, dan para tawanan dengan maka nan yang mereka sukai.” ( Lih. QS: ad-Dahr :8)

 Al-Hasyr:009 
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) `mencintai` orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung
 Al-Insaan:008 
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.
     Kemudian berdiri salah seorang diantara mereka lalu berkata,” Aku sama sekali tidak melihat engkau zuhud dalam soal makanan yang baik tetapi engkau memerintahkan manusia untuk ber-zuhud dalam harta mereka, sehingga engkaulah yang bersenang-senang dengan harta itu.”
      Imam pun menjawab,:”Tinggalkanlah apa yang tidak bermanfaat.

Katakanlah padaku, apakah kalian mengetahui nasikh-mansukh ( ayat yang mengha pus dan ayat yang terhapus) dan ayat mahkamat serta mutasyabihat dalam al-Qur’an, yang dalam hal itu banyak sekali umat yang tersesat dan celaka ?”

      Selanjutnya Imam as-Shadiq berkata, “Dari sinilah kamu tertimpa bencana. Adapun yang kamu sebutkan kepadaku tentang ayat al-Qur’an yang mengisahkan tentang kebaikan perbuatan orang-orang Anshar (penduduk asli Madinah) terhadap orang-orang Muhajirin (pendatang dari Makkah) itu memang orang yang baik,tapi itu merupakan hal yang mubah.

Diwaktu itu mereka tidak dilarang melakukannya. Mereka mendapat pahala dari Allah karenanya.
Hal itu karena kemudian Allah menyuruh dengan perintah yang dikerjakan, maka perintah Allah itu merupakan nasikh ( penghapus) dari perbuatan mereka ,sedang larangan-Nya merupakan petunjuk bagi orang-orang yang beriman. Maksudnya agar mereka beserta keluarganya tidak tertimpa bahaya/kesusahan, karena diantara mereka ada anak-anak kecil yang lemah dan orang-orang tua yang tak tahan lapar,yang harus dinaf kahi.

      “Seandainya aku bersedekah sepotong roti, padahal aku tak punya roti lagi selain itu, maka mereka akan binasa karena kelaparan. Oleh karena itu Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang ingin menafkahkan kurma, roti, dinar atau dirham yang dimilikinya, maka yang paling utama untuk dinafkahi adalah kedua orang tua, kedua dirinya sendiri serta orang yang menjadi tanggungannya. ketiga para kerabat dan saudara-saudaranya yang mukmin. Keempat para tetangganya yang miskin dan yang kelima untuk kepenti ngan di jalan Allah, itulah nafkah yang mendapat pahala terbaik. (Hal ini sesuai pula dengan firman Allah dalam QS.al-Baqarah : 215). sebagai berikut:

   Al-Baqarah:215 
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلْ مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.  

Dalam ayat di atas jelas bahwa membantu orangtua dan saudara dekat lebih dida hulukan dari pada anak yatim dan orang miskin,dan itu adalah firman Allah swt. Kadangkala banyak orang yang keliru menganggap sumbangan kepada anak yatim lebih didahulukan dari pada orang tua. Ini presepsi yang keliru!.

      “Ketika Rasulullah mendengar seorang penduduk Madinah menafkahkan seluruh hartanya pada detik-detik kematiannya, padahal dia mempunyai anak yang masih kecil. Beliau bersabda, ‘seandainya kalian memberitahukanku, takkan kubiarkan kalian menguburnya di pemakaman umat Islam, dia telah menjadikan anak-anaknya terlantar dan me minta-minta.’ (Lihat juga QS. An-Nissa’:9)

An-Nisaa`:009 
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

     Kemudian as-Shadiq berkata lagi, “Ayahku, Baqir, pernah memberitahu kan kepada ku, bahwa Rasulullah pernah bersabda. ‘Orang pertama yang patut dinafkahi adalah orang yang terdekat,kemudian yang dekat’.”

      Sang Imam pun terus melanjutkan perkataannya. “Selain dari pada itu al-Qur’an pun menolak perkataan kalian dan melarang perbuatan kalian. Allah berfirman, ‘Dan orang-orang yang apabila membelanjakan hartanya dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir. Pembelanjaannya yang baik adalah yang pertengahan diantara keduanya’. (. QS; al-Furqan: 67). Di ayat lain Allah berfirman, ‘Sesunggyhnya aku tak suka kepada orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Lih.QS al-Anam: 141).

Al-Furqaan:067 
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.

Al-An`aam:141 
وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَءَاتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.


Jadi Allah melarang kaum muslimin berlebih-lebihan ataupun berlaku kikir.Allah tidak membenarkan seseorang menafkahkan seluruh kekayaannya, sementara dia berdoa kepada-Nya agar dia diberikan rizki oleh-Nya, Allah tidak akan mengabulkan doanya !

      “Sesungguhnya Allah swt.telah mengajarkan Nabi-Nya bagaimana seharusnya mem belanjakan hartanya. Beliau (Nabi saw) pernah menafkahkan sejumlah  emas karena tidak senang ada emas sedikitpun dirumahnya, maka dalam sehari itu beliau menyedekahkan seluruh emas yang ada padanya. Pada hari berikutnya, beliau didatangi orang yang hendak memohon pertolongan, ternyata tak ada sesuatupun yang dapat diberikan kepadanya. Karena hal itu amat sedihlah hati Rasulullah. Ketika itu turunlah ayat : Dan janganlah kau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (= kikir) dan jangan pula kau terlalu mengulurkannya (terlalu banyak memberi), maka kamu akan menjadi tercela dan menyesal.

Al-Israa`:029 
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya [852] karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.
      Dan sang Imam pun meneruskan kata-katanya, “Dahulu, ketika Abu Bakar dalam keadaan kritis menjelang wafatnya, beliau diminta supaya berwasiat, maka beliau ber kata, ‘saya berwasiat seperlima hartaku, dan seperlima itu banyak. “Sesungguhnya Allah ridha dengan seperlima.’ Abu Bakar mewariskan seperlima hartanya, meski sebe narnya Allah memberikan kemampuan untuk berwasiat sepertiga. Sekiranya Abu Bakar berpendapat bahwa berwasiat sepertiga itu lebih baik, tentu sekian itulah yang beliau lakukan”. Dalam hal ini sisanya diwakafkan/disedekahkan.

     Hal seperti itu terjadi pula pada diri Salman dan Abu Dzar yang dikenal dengan ke-zuhud-an dan ke-wara’-annya. Setiap kali Salman mengambil bayarannya, ia selalu menyisihkan makanan untuk satu tahun, disimpan sampai datang saat bayaran berikutnya.

      Bertanya seseorang kepadanya, ‘Hei Abu Abdullah (Salman), engkau adalah orang zuhud, tapi mengapa berlaku demi kian? Padahal engkau tidak tahu akan mati sekarang atau besok.’Ia menjawab, ‘Mengapa kamu mengharapkan aku segera mati? Apakah kamu tidak mengerti bahwa tiap-tiap jiwa itu ada sepertiga bagian*) lalu jika sedang ditimpa kesusahan hidup maka ia bisa menyandarkan diri kepadanya. Jika  kehidupannya

     “Adapun Abu Dzar sebagai seorang zuhud, ia mempunyai banyak unta dan domba. Jika ada saudaranya yang menginginkan daging atau sedang di timpa kesulitan hidup, ia perag susunya dan ia sembelih binatang itu kemu dian dagingnya dibagi-bagikan. Dia sendiri pun mengambil bagian seperti bagian yang diberikan kepada orang-orang, tidak lebih banyak dari bagian mereka. Siapa yang mengaku lebih zuhud dari mereka, pada hal Rasulullah sendiri telah mengatakan demikian rupa (orang yang zuhud), mengenai mereka?

      “Jadi kebahagiaan dan kebaikan seseorang mukmin bukanlah terletak pada kekayaan ataupun kepapaannya, melainkan tergantung pada iman dan akidahnya, baik dalam keadaan kaya maupun dalam keadaan miskin. Sungguh aneh bila ada seorang mukmin menyengsarakan  dirinya dengan keyakinan bahwa  kesengsaraan itu merupa kan kebahagiaan dan kebaikan.”

      “Perlu kalian ketahui pula, bahwa jika semua orang seperti kalian dalam ber-zuhud, tak perduli sama sekali dengan harta dunia, maka kepada siapa sedekah akan diberikan jika seseorang mau membayar kifarat sumpah atau kifarat nazar ? Kepada siapa zakat unta, kambing, sapi dan lain-lain akan diserahkan ? Kepada siapa pula zakat emas, perak, buah-buahan dan segala harta zakat akan dibayarkan ? Seandainya Islam menjadikan dunia ini tempat kepapaan dan penderitaan hidup, atau sebagai penjara kemiskinan, dimana manusia harus mendekam didalamnya, tentulah orang-orang fakir miskin itu telah sampai kepada apa yang dicita-citakan Islam.Lalu buat apa kita diwajibkan memberikan zakat kepada mereka? Tentunya tidak perlu lagi mengusik kebahagiaan  yang sedang mereka nikmati, yaitu kefakiran dan tak perlu lagi mereka menerima pemberian.

      Jika dunia yang dikehendaki adalah seperti apa yang kalian katakan, mestinya tak boleh ada orang yang menyimpan harta benda. Apa yang dimiliki seseorang harus dicampakkan, walaupun ia sendiri sedang dihimpit ke sulitan hidup, jelek nian dunia yang kalian dambakan, dan kalian telah membawa umat ini kembali kepada situasi kebutaan terhadap kitab Allah dan Sunnah Rasul. Kalian telah menolak hadits-hadits yang tidak sesuai dengan jalan hidup yang kalian tempuh. Inilah suatu ketololan lain pula.

      Ingatlah kisah Nabi Sulaiman ketika memohon kehadirat Allah agar di  karuniai kera jaan yang tidak dimiliki seseorangpun sesudahnya, kemudian Allah mengabulkannya. Kita tahu bahwa Nabi Sulaiman adalah penyeru dan sekaligus sebagai pelaksana kebe naran. Tentunya Allah tidak mencela perbuatannya. Sampai sekarangpun tak ada se orang mukmin  menyalahkan sikap nya.”

      “Kenanglah pula riwayat Nabi Yusuf ! Pernah beliau berkata kepada raja Mesir. ‘Jadikanlah aku seorang bendaharaawan negara. Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai lagi berpengetahuan’. Ketika beliau memegang jabatan itu, datanglah ma sa paceklik, sehingga penduduk negara tetangga berbondong-bondong  ke kerajaan nya untuk mendapatkan makanan darinya. Beliau adalah penyeru dan pelaksana kebenaran…, dan nyatanya tidak ada seorangpun yang mengkritik tindakannya.

     Oleh sebab itu, hendaklah kalian berperangai dengan perangai Allah. Penuhilah pe rintah-Nya dan jauhilah larangan-Nya. Apa-apa yang samar-samar, tinggalkanlah selagi kamu tak mempunyai pengetahuan mengenainya. Kembalikanlah ilmu kepada ahlinya, niscaya kamu akan diberi pahala dan di ampuni oleh Allah. Pelajari ilmu tentang nasikh-mansukh dalam al-Qur’an dan ayat-ayat mukha mat serta mutasyabihat.
Apa yang dihalalkan oleh Allah, sesungguhnya akan menjadikan kamu dekat dengan Allah dan menjauhkan kamu dari kebodohan. Biarkanlah kebodohan itu kembali kepada pemiliknya; sesungguhnya orang-orang bodoh itu banyak, sedangkan orang-orang ber ilmu itu sedikit.”

      Demikianlah nesehat yang cukup panjang dari Imam Ja’far ash-Shadiq kepada orang-orang yang kehidupan  zuhud-nya berlebih-lebihan. Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari cerita tersebut, bahwa bertaqwa bukan berarti kita harus menderita.

      Dan bahwasanya menyimpan harta benda diizinkan Allah (setelah dikeluarkan zakat nya sesuai ketentuan (syara’)), a.l. untuk kebutuhan keluarga yang jadi tanggungan kita a.l. orang tua, anak-anak yg masih sekolah/ yg masih memerlukan bantuan, tabungan untuk kebutuhan dimasa tua, serta apabila sewaktu-waktu ada saudara yang sakit/perlu pertolongan.

 Al-Baqarah:215 
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلْ مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.
An-Nisaa`:009 
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Diluar semua itu barulah kita ber-infaq dan sadakoh sesuai tingkat zuhud, keikhlasan serta iman  kita masing-masing. Walahuaalam bil sawab.  

0 komentar:

Posting Komentar